Sabtu 27 Mar 2021 04:59 WIB

Minat Baca : Dari Imam At Thabari Hingga KH Ahmad Dahlan

minat baca dari Imam At Thabari Hingga KH Ahmad Dahlan

Santri Tasawuf Underground membaca buku di perpustakaan Pondok Tasawuf Underground, Jalan Komplek Ruko Pasar Cimanggis, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (29/9). Pesantren yang diisi dari kalangan anak punk dan jalanan tersebut dirintis oleh Ustadz Halim Ambiya pada tahun 2019 dengan tujuan memberikan ajaran agama dan pendidikan umum dikalangan anak jalanan. Selain itu pesantren tersebut mendirikan perpustakaan, kedai angkringan, dan laundry sebagai upaya pemberdayaan santri. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Santri Tasawuf Underground membaca buku di perpustakaan Pondok Tasawuf Underground, Jalan Komplek Ruko Pasar Cimanggis, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (29/9). Pesantren yang diisi dari kalangan anak punk dan jalanan tersebut dirintis oleh Ustadz Halim Ambiya pada tahun 2019 dengan tujuan memberikan ajaran agama dan pendidikan umum dikalangan anak jalanan. Selain itu pesantren tersebut mendirikan perpustakaan, kedai angkringan, dan laundry sebagai upaya pemberdayaan santri. Republika/Thoudy Badai

IHRAM.CO.ID, Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan traveller

Secara umum frekuensi membaca di Indonesia masih sangat rendah. Berada di peringkat ke-65 negara Asia. Di bawah Malaysia, Singapura dan Thailand.

Di Malaysia dan Singapura setiap individu membaca minimal 50 buku per tahun. Di Indonesia? Tak perlu disebutkan angkanya ya, coba tanya pada diri masing-masing, setahun ini berapa buku yang selesai dibaca?

Orang Indonesia betah memegang gadget dan bermain di sosial media lebih dari 1 jam. Namun baru 10 menit membaca buku, sudah terbawa ke alam mimpi. Anekdotnya, merasa lapar kalau tidak makan sehari, tapi tidak merasa bodoh tanpa membaca satu buku pun sebulan!

Bandingkan dengan minat baca di Eropa yang angka rata-ratanya adalah 50 buku per 6 pekan! Di Belanda, sejak umur 4 bulan otomatis bayi-bayi mendapat formulir keanggotaan perpustakaan umum. 

Formulir keanggotaan itu dikirimkan ke rumah masing-masing dilengkapi dengan seperangkat buku bacaan untuk bayi dan orangtuanya. 

Keanggotaan perpustakaan ini berlaku selama 18 tahun yang bisa digunakan untuk meminjam buku apa saja tanpa biaya.

Di Australia, ada program “1000 Books Before School”. Anak-anak ditargetkan menyelesaikan 1000 buku sebelum berusia 5 tahun.

Di Jepang, ada program khusus yang diselenggarakan sekolah. Murid ditugaskan membaca tanpa suara selama jam sekolah di hari itu, tanpa ada kegiatan lainnya. Dan yang dibaca adalah buku sejarah nasional.

Kalau hari ini kita berteriak-teriak ingin membebaskan Baitul Maqdis, cobalah tengok, mengapa negara zionis itu maju? Ternyata setiap individu diwajibkan menyelesaikan 3 buku per pekan.

Apa yang terjadi hari ini adalah sebuah ironi. Islam adalah adalah agama yang lekat dengan membaca, sebagaimana perintah pertama yang turun, “Iqra’ – bacalah”. 

Perintah membaca itu berlaku sampai akhir zaman, sebagaimana perintah shalat, haji, puasa, zakat dan yang lainnya.

Para alim terdahulu telah menyontohkan. Imam At Thabari sepanjang usianya yang “hanya” 57 tahun membaca 100.000 hadis. Kemampuan membaca ini beriringan dengan kemampuan menulis.

Selama 40 tahun hidupnya, Imam At Thabari konsisten menulis 40 lembar naskah setiap hari. Tak heran kalau kitab Tafsir Thabari mencapai 584 ribu halaman yang memuat 38 ribu hadis.

Abu Al Wafa‘ Ali bin Aqil bin Muhammad Al Baghdadi Al Hambali atau Ibnu Aqil menulis kitab sebanyak 800 jilid. Disebutkan bahwa kitab itu merupakan kitab terbesar dalam sepanjang sejarah manusia.

Ibnu Sina menulis 4 kitab setiap tahun. Satu kitab ditulis selama 6 bulan berisi 28 ribu halaman, yang setiap jilidnya terdiri dari 1.000 halaman.

Para ulama Abbasiyah kalau ditugaskan Khalifah untuk mengajar di kota lain, saat pindah tempat tinggal harus menyewa 10 sampai 100 onta khusus untuk membawa kitab-kitabnya saja, yang kurang lebih berjumlah 200 ribu kitab! 

Bandingkan dengan Raja Prancis yang pada waktu itu hanya memiliki 200 kitab untuk keperluan seluruh kerajaan.

Konon, KH A Dahlan sewaktu pulang dari Makkah sampai menyewa gerbong kereta khusus untuk mengangkut kitab-kitabnya ke Yogya.

Tanpa membaca, berdiskusi dan menulis, seorang Muslim sejatinya telah melakukan pengkhianatan intelektual. 

Jakarta, 25/3/2021

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement